=FB=LAMA===== ==HAPUS= ===

::Pencarian Cepat::

Senin, 24 Juni 2019

Ke Jakarta Aku Kan Kembali...

seribu kurang sedepa

Kuhabiskan 9 tahun masa kecilku disini, sejak Sekolah Dasar Hingga lulus SMP. Sampai tiba waktuku yang mengharuskan menjauh hingga hampir seribu kilometer jaraknya meninggalkan teman-teman dan sahabat kecilku tanpa pernah kutahu nomor hp dan kontak Whatsapp mereka (dulu blm ada WA, dan hanya bapak-bapak kaya yg pegang HP). Disinilah tempatku mengenal hidup dan pertemanan, ada sedikit juga kisah cinta-cintaan, cinta monyetnya anak sekolah yg malu-malu ga mau ketemu padahal suka. Tapi sepertinya sekarang kita juga sudah pada lupa. haha
Ya, begitulah masa lalu. Kalau pinjam bahasanya koes plus:

terlalu indah utk dilupakan, 
terlalu sedih dikenangkan, 
setelah aku jauh berjalan, 
engkau kutinggalkan.
#Eaa! sudah-sudah ntar keterusan :D

Namun disinilah aku dibesarkan, dan aku pernah berjanji kelak aku yakin akan kembali lagi kesini. Walau ga harus menetap, cuma mampir aja kali yak :D. Males juga liat cuaca panas dan macetnya nyang naujubileh. Kata orang, hidup disini bikin kita tua dijalan. Berangkat kerja subuh anak masih tidur.. pulang ngantor jam 8 malem anak udah tidur pula. Eh busyeet.. kapan family time-nya kalo begino? Tapi bagaimana pun, mau tak mau, suka ataupun tidak, disinilah tempatku dibesarkan: Ciledug.

Lah kok Cileduk? Cileduk mah pan di Tangerang. Napa bukan cerite Jakarte aje ye?
Sabar-sabar, dulu napa bang, begini ni ceritanye. Apanan kemaren-maren orang pada cerita tentang HUT Kota Jakarta, ga mau ketinggalan aye juga mo ikutan dah posting tentang kebetawi-betawian, walaupun telat gpp yak! Ciledug kan betawi juge deket ame Jakarte. Hehehe.

(:balik ke bahasa Indonesia mode on:)
Sebetulnya tempat tinggal saya kecil di Ciledug ini, daerah Karang Tengah namanya, terletak di garis perbatasan Tangerang, Provinsi Banten (dulu masih Jawa Barat) dengan Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Bahasa daerah anak-anak sini lebih kental betawinya ketimbang bahasa sunda (Jabar). Padahal di sekolah muatan lokal kami belajar Bahasa Sunda, bukan bahasa Betawi. itulah sebabnya ketika sekarang anak saya menanyakan masa kecil sering saya bilang, Ayah tinggal di Ciledug Kak, dekat Monas, dekat Jakarta, heheu.

jalan dan selokan tempat aku kecil bermain petak umpet
Dan hari ini.. kubuktikan janjiku, disini aku kembali! seperti judul lagunya Koes Plus: Ke Jakarta Aku Kan Kembali! Karena memang sudah sepekan lamanya aku bertugas di kota ini, kembali menjadi saksi keunikan Jakarta dan Betawi nya, menjalani hidup yg jauh lebih sibuk dan ramai dibanding dahulu. Berbaur bersama masyarakat betawi, juga berbagai suku lainnya yang menyatu disini.
Walau cuma 14 hari disini, di Jakarta Barat, yang tepat berbatasan dengan Karang Tengah, Ciledug, tempat saya pernah kecil dan bertumbuh. Bersyukur sekali sempat menyambangi tempat saya tinggal dan bermain dahulu, walau sudah tak ada yg dikenali lagi disana. Rumah yg masih sama bentuknya, hanya pagar yg berubah warna. Polisi tidur depan rumah, yang suka dijadikan gawang saat kami main bola di jalanan, tong sampah yg masih belah, tiang listrik, garasi bus jemputan.. ah semua masih sama! Ku datangi juga Masjid dan Sekolah tempat ku mengaji dan menuntut ilmu, bentuk dan warnanya masih sama!

Masjid yg sama yg dipakai warga mengungsi dini hari sekali, dimana aku kecil dulu pernah begitu ketakutan, dipagi buta kami dibangunkan, orangtua kami sudah berkemas membawa bekal secukupnya, karena pada Mei 1998 itu terjadi kerusuhan, penjarahan, hingga pembakaran di Jakarta yg juga merembet hingga ke daerah kami.
Harapku, semoga tidak akan pernah terjadi lagi hal mengerikan seperti itu di negeri tercinta ini. Semoga negeri ini senantiasa dinaungi keberkahan dan lindungan dari Sang Maha Esa, Allah swt. Dimana rakyatnya merasakan keadilan, sehingga tak perlu lagi ada berbagai pertengkaran. Semoga saja tak akan terjadi lagi cerita pilu, karena trauma dan ketakutan itu masih membekas.
Dari meja kerja tempatku bertugas di jakarta barat, kutuliskan cerita ini: ke Jakarta aku kan kembali..

=fb=komen=

Minggu, 23 Juni 2019

Menjadi Pembeli Yang Tidak Ikhlas

ilustrasi
pembeli: "ini berapaan pak?"
Penjual: "Oh itu keripik ubi 10 ribu, cep"
Pembeli: "kalau ini keripik singkongnya, sama 10 ribu juga?"
Penjual: "E,, iyah sama 10 ribu"
Selangkah kaki kemudian si pedagang nampak jumawa mendapat harga yg lebih tinggi dari biasanya. Sekilas pembeli menoleh dan melihat penjual nyengir sambil terkikih. Ia menceritakan hal itu kepada seorang ibu didekatnya. Sayup si pembeli  mendengar pembicaraan itu.

Lima menit sebelumnya seorang pria muda bertalenta* melihat iba seorang bapak tua yang memanggul dagangannya keliling kampung. Sejenak ia berhasrat untuk membeli dagangan pak tua itu, apapun barang dagangannya pemuda ini berniat membayarnya lebih.

Bergegas si pemuda mengejar kemana kira-kira arah bapak ini mengasongkan dagangannya, dari gang satu ke gang lainnya. Akhirnya ketemu! Dan terjadilah transaksi pada awal cerita diatas.

Si pemuda pun pulang dangan rasa tak ikhlas, merasa tertipu, padahal sebelumnya ia ingin membayar lebih supaya bisa menyenangkan hati pak tua, walau cuma sekian ribu perak.

Namun  rupanya sikap pak tua yang ingin sedikit dibahagiakannya itu malah bertolak. Ia seperti menjelek-jelekkan si pemuda di depan orang lain, karena dianggap nggak bisa menawar barang,  dikasih harga segitu mau saja gak pake nawar.

Nilai yang dapat diambil:
1. Kalau mau memberi, ikhlas ya ikhlas saja. Tidak usah mengharap imbalan perlakuan yang baik dari orang yang kita 'baiki'. Eh 'baikan'. Bukan-bukan, 'perbaikan'! Duh ga enak juga bahasanya, yah apapun deh. Tapi tau kan maksudnya...
2. Bukan sepenuhnya salah penjual ketika pembeli ternyata menawar harga lebih tinggi dari harga yang biasanya ia jual. Toh jual beli tetap sah selama ada akad setuju dari kedua pihak.
3. Kalau ngomongin orang, pastikan orangnya tidak ada di dekat kita! Demi menjaga hati dan perasaan orang lain. Nah loh, siapa yg pernah ngmongin orang ternyata sekonyong-konyong yg di omongin ada di dekat kita. Hihi


notes: *) maaf lebayisasi, karena pemuda itu sesungguhnya adalah AKU. Heheu





=========================================
~written by *cupZ* from bdg with love...~ =fb=komen=

Senin, 18 Maret 2019

IG, Aplikasi Paling Nggak Banget Abad Ini

notes: tulisan ini cuma pandangan pribadi si penulis. heheu

Awalnya isi kepala saya ingin membuat judul "Instagram, Aplikasi Terburuk Tahun 2018", karena memang ide menulisnya sudah ada sejak akhir tahun 2018. Ceritanya mau gaya-gayaan review akhir tahun,, tapi ga terlaksana karena kebanyakan mikir. Setidaknya ini adalah postingan pertama saya di 2019, masih hangatlah yaa *maksa xD*. Hingga akhirnya takdir berkata lain, karena tangan saya malah mengetik berbeda seperti yang jadi judul postingan ini.

Kenapa saya bilang IG (instagram) sebagai aplikasi paling nggak banget abad ini? Jawabnya adalah karena memang sepanjang abad ini berlangsung, instagram jadi aplikasi paling jarang dibuka di gadget pribadi saya kecuali sekedar untuk upload foto lagi makan/minum lalu dapat diskon di kedai-kedai yg sedang promo. Haha...

Kehadiran instagram memang perlahan membuat pegiat media sosial mulai beralih meninggalkan facebook. Mungkin lama kelamaan netizen bosan juga dengan konten facebook yang nggak lagi menarik. Apalagi isu keamanan privasi yang menerpa facebook membuat netizen lebih hati-hati. Walaupun tanpa banyak diketahui orang justru facebook dengan cerdas pada 2012 akhirnya membeli isntagram sebelum keduluan oleh google yang juga mengincarnya. Instagram dibeli murah dengan cuma seharga U$D 1 miliar dibandingkan aplikasi chatting masakini, WhatsApp, yang dibeli sensasional dengan banderol U$D 19 miliar. Dari tahun ke tahun pengguna IG pun terus meningkat pesat. Lantas kenapa saya bilang IG nggak banget?
travelingyuk.com
Alasan Pertama | dari segi guna, manfaat, dan fungsinya. Sepenelusuran saya atas keresahan diri melihat kelakuan pengguna IG yang mengkhawatirkan dunia permedia-sosialan, saya kira facebook masih jauh lebih juara, berguna, manfaat, dan lebih berfungsi ketimbang medsos yang satu ini. Ketika kita ditanya apa fungsi dari media sosial, mungkin sebagian akan menjawab "sebagai ajang silaturahmi". Yup media sosial memang bisa mempertemukan kita dengan kawan lama! yang jauh menjadi dekat, yang dekat kian merapat. Itu harapannya. Walau terkadang kenyataan tak selalu sejalan dengan harapan.

Dan FB (facebook) bisa menjalankan fungsi mempererat silaturahmi tersebut, dimana kita bisa saling sapa melalui status fb, bisa saling berbalas pantun pada dinding/wall FB, bisa japri-japrian alias kirim pesan private. Unggah foto yang dikategorikan dalam setiap albumnya, membuat event dan menginvite teman yang dikehendaki, membuat grup dari komunitas hobi sampai teman sekolah, main game dan mengikuti test kepribadian dan sejenisnya untuk sekedar lucu-lucuan. Semuanya tak lepas dari menunggu like, komentar, dan interaksi (silaturahmi -red) didalamnya. Kita bisa melihat profil lengkap untuk memastikan apa benar pemilik akun ini adalah dia yang kita kenal di dunia nyata, kita bisa pastikan dengan mengecek profilnya mulai dari pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, nama panggilan, info kontak, keluarga, dan info detil lainnya yang mungkin dicantumkan si pemilik akun.

Lantas apa yang bisa dilakukan IG? fungsi utamanya hanya mengupload foto! sama seperti yang bisa dilakukan facebook jauh-jauh hari sebelumnya. Mungkin kelebihannya sebagaimana disampaikan Mark Zuckerberg saat mengakuisisi IG pada 2012 silam adalah kemudahannya dalam mengunggah dan mengedit foto menjadi jauh lebih cantik dari aslinya. Karenanya, jangan mudah tertipu melihat makhluk-makhluk sempurna di media sosial, bisa jadi hanya pulasan teknologi.

Alasan Kedua | Sebagian besar pengguna IG cuma menjadi manusia-manusia pengikut alias followers yang akhirnya ingin hidup seperti orang lain. Jika di FB banyak bertebaran akun-akun palsu para artis dan tokoh terkenal, di instagram justru banyak akun official dari artis dan tokoh, sehingga disinilah potensi hadirnya para followers yang ingin bisa berinteraksi langsung dengan idolanya, tidak lagi tertipu akun palsu seperti di facebook. 

Lalu kemana sebagian kecilnya? yaa.. itu. Merekalah para artis dan selebgram yang punya jutaan followers, yang hidupnya pura-pura sempurna. Padahal kebahagiaan yang ditunjukkan via media sosial, wabil khusus instagram, adalah sama dengan tidak menjamin bahwa kehidupan nyata mereka itu seindah dan sesempurna yang mereka sombongkan. Lihat artis Gisel-Gading yang begitu bahagia dan sempurna hidupnya (#eaa korban infotainment). Mereka keluarga bahagia, banyak duit, rupawan, punya anak pintar lucu menggemaskan di instagram. Tapi tanpa diduga-duga rupanya mereka memutuskan berpisah tanpa kita lihat ada celah kekurangan atau ketidakcocokan diantara mereka. Artinya kehidupan nyata kita ada di depan mata bro... jangan terus terpukau melihat kesempurnaan seorang tokoh atau artis di layar gadget. Mereka, -baik artis atau bukan- hanya ingin menunjukkan (menyombongkan -red.) kesuksesan mereka materi dan non materi agar terlihat sempurna hidupnya dimata orang lain, siapa yang tau dibalik topeng gadget dan instagramnya ternyata mereka pun manusia biasa yang sama seperti kita, punya banyak kekurangan dan keterbatasan.

Alasan Ketiga | Hampir tak ada privasi! Setiap saat followers menunggu postingan baru idola mereka untuk dikomentari. Dengan mudah kita bisa masuk ruang-ruang pribadi para artis dan selebgram, kita bisa tahu rumah mewah mereka, isi ruang tamu dan koleksi barang branded mereka. Bahkan sampai ruang kamar tidur pribadi yang dulu tabu hanya milik pribadi suami-istri sekarang malah diumbar kepada jutaan mata dunia maya untuk bisa memandangnya, mengetahui isinya. Tak jarang foto-foto pribadipun dilepas bebas, pose yang lupa diri, sampai tahi lalat dan tato di daerah tersembunyi bisa kita tahu letaknya padahal takkan terlihat jika cuma melihat akting artis ini dalam sinetron.
hipwee.com
Kisah Fransisca Paisal alias Sispai seorang wanita indonesia yang instagramnya penuh foto-foto traveling keliling dunia dari hasil duit 'menipu' sepantasnya jadi pelajaran buat kita semua. Bahwa instagram bukan segalanya, ingin terlihat keren dan dipuji orang di instagram tak lantas harus membuat kita buta mata hati sehingga menghalalkan segala hal.


Karenanya menurut saya, jika tidak bisa menghentikan selfie selfie kesombongan dan stalking kehidupan sempurna orang lain di IG, setidaknya mulai sekarang mari kita kurangi ketergantungan terhadap aplikasi yg menurut saya nggak banget ini. Matikan instagram, simpan gadget kita, dan buka mata kita melihat kehidupan nyata yang lebih pantas kita hadapi ketimbang memelototi kesempurnaan orang lain yang rupanya cuma semu belaka... saking asyiknya menundukkan kepala tak terasa waktu pun banyak terbuang... 

Kalau orang Jakarta bilang gara-gara jalanan macet mereka tua di jalan, barangkali gara-gara hal ini kita malah jadi tua di medsos.. coba dongakkan angkat kepala, lihat waktu, lihat cermin, diri ini ternyata lupa memoles diri... benahi keluarga, benahi hati, yang justru kering tak disirami.

Karena hidup cuma sekali, yuk buat hadirnya kita memberi arti!


========================================= 
~written by *cupZ* from bdg with love...~
=fb=komen=

::statistik::

Entri Populer

Pengikut

 
========== ==========