Karena nila setitik rusak susu sebelanga,,
kini saya percaya makna Peribahasa itu. Tadinya kukira orang Indonesia masih punya pandangan jauh kedepan, tidak mudah menggeneralisir kesalahan segelintir oknum menjadi kesalahan besar sebuah sistem, sebuah organisasi. Ternyata tidak. Buktinya ketika seorang Gayus Tambunan yang menjadi nila dalam belanga susu Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Yup,, dengan cepatnya nama buruk itu menjalar kesemua yang berbau fiskus,, petugas pajak,, orang pajak. Tak ayal anggota dewan pilihan rakyat yang terhormat pun banyak berkomentar,, mungkin merasa mewakili suara rakyat,, entah memang karena hati nurani atau hanya ingin masuk tv. Saya tergelitik saat ucapan politisi itu beredar di media, "Jangan berbaik sangka dengan orang pajak", media lainnya menulis "Jangan Percaya Orang Pajak", entah benar atau tidak, bagiku itu artinya sama dengan "Orang pajak itu penjahat semua!". Saya juga nggak pernah tau apa benar itu ucapan nyata seorang anggota dewan atau cuma pelintiran media yang sekarang juga 'pandai' berpolitik.
Terlepas dari itu,, bagiku tindakan menyamakan kesalahan oknum sebagai kesalahan massal sebuah organisasi itu merupakan hal yang tidak etis. Sangat tidak bijak judgement menjelekkan instansi hanya karena perbuatan jahat segelintir pengkhianat, apalagi jika statement macam itu disampaikan wakil rakyat di depan media, yang seharusnya menunjukkan sikap yang jadi panutan. Bukankah seorang tersangka kasus kejahatan sekalipun mempunyai hak untuk dipandang dengan asas praduga tak bersalah? sebelum hukum membuktikannya secara sah dan meyakinkan. Tapi mungkin memang beginilah Indonesiaku saat ini,, berita dengan mudah menjadi opini publik,, sesuatu mejadi besar dan diyakini kebenarannya bila media sudah mengangkatnya besar-besar menjadi headline. Apalagi jika sudah didukung judgement menggeneralisir ala elite politik yang kadang menggelitik.
Ah,, saya sudah lelah dengan semua pandangan buruk ini,, air susu dalam belanga memang sudah tercemar nila. Karena Gayus Setitik Rusak DJP Sebelanga. Tapi saya cuma mau bekerja ikhlas setulus hati, yang saya tau itu benar,, bukan negosiasi bejat seperti yang mereka tuduhkan, karena aku tak mau mengotori tubuh ini dengan rizki yang tidak halal,, apalagi sampai kepada keluarga dan orangtuaku tercinta. Politik memang kejam,, tak salah ternyata ada orang bilang politik itu kotor. Kini aku pun mengerti,, mengapa nenekku menolak untuk ikut ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) saat pemilu. Karena baginya tak ada lagi yang bisa mewakilinya dalam urusan politik. Akupun kecewa karena ternyata pertai politik yang aku contreng, yang kuanjurkan dipilih keluargaku ternyata adalah partai politik yang telah membuatku malu dengan profesi dan tempatku mengabdi, yang membuatku seolah hina mengais rizki. Ah,, aku tak ingin antipati dengan politik,, tapi seorang politikus mengajarkanku tentang pribahasa "Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga",, rasanya politikus itu pula yang mengajarkanku untuk tidak lagi memilih partainya,, karena dia seorang tak ingin lagi sepertinya ku menggunakan hak suaraku. Rasanya pemilu mendatang aku ikut nenekku saja. Golput. Tapi ini pendapatku sekarang, entah apa yang kupikirkan nanti...
=fb=komen=
::Pencarian Cepat::
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
seribu kurang sedepa Kuhabiskan 9 tahun masa kecilku disini, sejak Sekolah Dasar Hingga lulus SMP. Sampai tiba waktuku yang mengharus...
-
Kubuka google.com,, kutuliskan apa yang sangat kubutuhkan pagi itu,, "Mohon Tuhan untuk kali ini saja beri aku kekuatan" kata-kata...
-
Download Jadwal Piala Dunia Afrika Selatan 2010 - Fifa World Cup South Africa 2010 Schedule Baru dapet kiriman elektronik nih dari seorang t...
-
Gonjang-ganjing kursi kepelatihan tim Persib Bandung berakhir sudah. Siang tadi, 27 Juli 10, manajer sekaligus ketua umum PT. PBB (Pesib Ban...